Selasa, 20 Maret 2012

PENGALAMAN BERWISATA


PENGALAMAN BERLIBUR KE JOGJA

Pada waktu semester 3 yang lalu disaat padatnya jadwal kuliah saya dan temen2 kuliah menyempatkan untuk merencanakan berlibur wisata,dan Lokasi yang kami tuju waktu itu adalah ke Jogja dikarenakan tempat tersebut merupakan salah satu tujuan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan domestic maupun asing. Kami kurang lebih merencanakan planning sekitar 2 minggu untuk menyiapkan segala kebutuhan yang akan kami bawa,dan akhirnya hari yang kami rencanakan untuk berlibur telah tiba,segala kebutuhan yg telah kami persiapkan untuk pemberangkatan telah kami packing semua,jumlah orang yang berlibur yaitu berjumlah 6 orang termasuk saya,kami akhirnya berangkat sekitar pukul 11 malam setelah sebelumnya berkumpul dikosan teman saya,akhirnya kami berangkat dari Jakarta hingga tempat tujuan dengan menggunakan kendaraan mobil teman saya,dan keesokkannya setibanya kami diJogja pada pukul 12 siang,kami merasakan suasana kota yang lumayan berbeda dengan Jakarta,dimana diJogja banyak terdapat pusat kerajinan yang dihampir tiap sudut kota,setelah hampir sekitar satu jam kami mengelilingi kota Jogja kamipun coba untuk mencari tempat makan disekitar daerah malioboro,makanan yang kami cicipi begitu terasa enak dan juga jarang kami temukan dijakarta harganyapun juga lumayan terjangkau dan cocok untuk kantong mahasiswa. Setelah kami selesai makan,akhirnya kamipun mencari tempat sewa inap untuk beristirahat, setelah kami berkeliling disekitar daerah malioboro akhirnya kamipun menemukan tempat sewa inap,kami putuskan untuk menyewa 2 kamar dikarenakan ruangan untuk 1 kamar hanya memadai untuk 3 orang. Barang2 pribadi kami pindahkan kedalam ruangan dan setelah beres2 kamipun menyempatkan untuk tidur beberapa jam dikarenakan kondisi kami yang begitu lelah setelah melakukan perjalanan jauh. Akhirnya setelah kami beristirahat beberapa jam,dan malamnya kami memutuskan untuk berjalan-jalan keliling mengitari malioboro,dan suasananya begitu ramai aktivitas orang yang berbelanja termasuk salah satu dari kamipun juga berbelanja pernak pernik hingga kaos batik asli jogja untuk oleh-oleh yang akan kami bawa ke Jakarta. Setelah kami selesai berbelanja kami akhirnya mencari makan disekitar stasiun tugu,saat itu suasananya begitu sangat ramai dan kami akhirnya memutuskan untuk makan makanan khas asli jogja yaitu nasi kucing. Kamipun begitu nikmat menyantapi makanan tersebut,ditambah lagi diiring alunan musik asli khas jogja. Setelah kami selesai makan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ketempat penginapan untuk beristirahat,tapi beberapa teman termasuk saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan kesalah satu tempat yang banyak dikunjungi wisatawan asing letaknya disekitar daerah sarkem,setelah kami telusuri ternyata benar,banyak wisatawan asing yang berkumpul disana,entah disana memang membentuk suatu komunitas asing atau hanya berkumpul ria saja,saya tidak begitu mengetahuinya. Setelah kami berjalan-jalan menelusuri tempat tersebut akhirnya kami putuskan untuk kembali ketempat penginapan,sesampainya ditempat peristirahatan kami mencoba merundingkan tempat wisata yang akan kami kunjungi keesokkan hari,dan kami memutuskan tempat tujuan wisata selanjutnya yang akan kami kunjungi yaitu pantai parang tritis karena tempat tersebut memiliki pesona eksotis yang mengagumkan. Keesokkan paginya kami bersiap-siap untuk berangkat menuju pantai parang tritis,perjalanan yang kami tempuh sekitar satu jam hingga sesampainya disana saya begitu merasakan keindahan pantai yang tidak saya ditemui di Jakarta. Kamipun akhirnya menikmati suasana indahnya parang tritis,sayapun tidak lupa untuk mengabadikan momen dengan berfoto bersama teman saya,puluhan pose telah kami abadikan ditengah hamparan pasir laut dan terjangan ombak kecil,setelah puas bermain dipantai parang tritis kamipun siang harinya kembali menuju tempat penginapan,tetapi ada salah satu dari teman saya yang kembali ke Jakarta dikarenakan adanya urusan keluarga,kemudian kami antar menuju stasiun tugu untuk pemberangkatan jadwal kereta. Setelah selesai mengantar salah satu teman saya ke stasiun berikutnya kami menuju ke tempat penginapan,setelah sesampainya kamipun beristirahat sejenak hingga sore hari, dan sorenya kami mempersiapkan keberangkatan menuju temanggung ke salah satu tempat teman saya,kamipun berangkat pada sore harinya meninggalkan Kota Jogja yang kaya akan kesenian dan kultur budaya. Ditengah tengah perjalanan kami menyempatkan diri untuk mampir ke daerah muntilan yaitu daerah aliran lahar gunung merapi serta kawasan yang terkena bencana parah akibat letusan gunung berapi,setibanya disana saya dan beberapa teman mencoba melihat kondisi tempat yang hancur akibat efek letusan gunung merapi,setelah kami mendokumentasikan beberapa foto akhirnya kami kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan menuju temanggung, sesampainya tiba disana kami langsung untuk beristirahat. Setelah kami menumpang di salah satu rumah teman kami keesokkanya kami langsung berkemas untuk balik menuju Jakarta, akhirnya liburan berwisata saya bersama teman2 usai sudah dan kamipun kembali ke Jakarta melalui perjalanan darat dan waktu yang ditempuh sekitar 12 jam.

Begitulah cerita pengalaman berwisata ke kota Jogja yang penuh dengan kontur budaya dan salah satu tempat tujuan wisata yang begitu eksotis dan multikultur  bersama teman2 satu kelas saya.

Jumat, 16 Maret 2012

Tokoh Pewayangan Semar


Tokoh Pewayangan Semar

Sejarah Semar

Menurut sejarawan Prof. Dr. Slamet Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Kerajaan Majapahit berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat sebagai relief dalam Candi Sukuh yang berangka tahun 1439.
Semar dikisahkan sebagai abdi atau hamba tokoh utama cerita tersebut, yaitu Sahadewa dari keluarga Pandawa. Tentu saja peran Semar tidak hanya sebagai pengikut saja, melainkan juga sebagai pelontar humor untuk mencairkan suasana yang tegang.
Pada zaman berikutnya, ketika kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Pulau Jawa, pewayangan pun dipergunakan sebagai salah satu media dakwah. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang saat itu sudah melekat kuat dalam memori masyarakat Jawa. Salah satu ulama yang terkenal sebagai ahli budaya, misalnya Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, tokoh Semar masih tetap dipertahankan keberadaannya, bahkan peran aktifnya lebih banyak daripada dalam kisah Sudamala.
Dalam perkembangan selanjutnya, derajat Semar semakin meningkat lagi. Para pujangga Jawa dalam karya-karya sastra mereka mengisahkan Semar bukan sekadar rakyat jelata biasa, melaikan penjelmaan Batara Ismaya, kakak dari Batara Guru, raja para dewa.
Asal-Usul dan Kelahiran


Lukisan Semar gaya Surakarta.
Terdapat beberapa versi tentang kelahiran atau asal-usul Semar. Namun semuanya menyebut tokoh ini sebagai penjelmaan dewa.
Dalam naskah Serat Kanda dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yeng bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam naskah Paramayoga dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari Ismaya.
Dalam naskah Purwakanda dikisahkan, Sanghyang Tunggal memiliki empat orang putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan Batara Samba. Suatu hari terdengar kabar bahwa takhta kahyangan akan diwariskan kepada Samba. Hal ini membuat ketiga kakaknya merasa iri. Samba pun diculik dan disiksa hendak dibunuh. Namun perbuatan tersebut diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang Tunggal pun mengutuk ketiga putranya tersebut menjadi buruk rupa. Puguh berganti nama menjadi Togog sedangkan Punggung menjadi Semar. Keduanya diturunkan ke dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Manan mendapat pengampunan karena dirinya hanya ikut-ikutan saja. Manan kemudian bergelar Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Batara Guru.
Dalam naskah Purwacarita dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati bebarpa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat. Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.

Silsilah dan Keluarga

Dalam pewayangan dikisahkan, Batara Ismaya sewaktu masih di kahyangan sempat dijodohkan dengan sepupunya yang bernama Dewi Senggani. Dari perkawinan itu lahir sepuluh orang anak, yaitu:
·         Batara Wungkuham
·         Batara Surya
·         Batara Candra
·         Batara Tamburu
·         Batara Siwah
·         Batara Kuwera
·         Batara Yamadipati
·         Batara Kamajaya
·         Batara Mahyanti
·         Batari Darmanastiti
Semar sebagai penjelmaan Ismaya mengabdi untuk pertama kali kepada Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Pada suatu hari Semar diserang dua ekor harimau berwarna merah dan putih. Manumanasa memanah keduanya sehingga berubah ke wujud asli, yaitu sepasang bidadari bernama Kanistri dan Kaniraras. Berkat pertolongan Manumanasa, kedua bidadari tersebut telah terbebas dari kutukan yang mereka jalani. Kanistri kemudian menjadi istri Semar, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kanastren. Sementara itu, Kaniraras menjadi istri Manumanasa, dan namanya diganti menjadi Retnawati, karena kakak perempuan Manumanasa juga bernama Kaniraras.

Pasangan Panakawan / Punokawan

Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa. Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa.
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.

Bentuk Fisik

Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolah-olah ia merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi, tempat tinggal umat manusia dan makhluk lainnya.
Semar selalu tersenyum, tapi bermata sembab. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi potongan rambutnya bergaya kuncung seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda. Ia berkelamin laki-laki, tapi memiliki payudara seperti perempuan, sebagai simbol pria dan wanita. Ia penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, sebagai simbol atasan dan bawahan.

Keistimewaan Semar



Keris pengantin dengan pegangan Semar
Semar merupakan tokoh pewayangan ciptaan pujangga lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna dalam kisah Mahabharata. Jika dalam perang Baratayuda menurut versi aslinya, penasihat pihak Pandawa hanya Kresna seorang, maka dalam pewayangan, jumlahnya ditambah menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Semar dalam karya sastra hanya ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa yang merupakan tokoh utama kisah Mahabharata. Namun dalam pementasan wayang yang bertemakan Ramayana, para dalang juga biasa menampilkan Semar sebagai pengasuh keluarga Sri Rama ataupun Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap pementasan wayang, tidak peduli apapun judul yang sedang dikisahkan.
Dalam pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria, sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum raksasa. Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan. Jadi, apabila para pemerintah - yang disimbolkan sebagai kaum kesatria asuhan Semar - mendengarkan suara rakyat kecil yang bagaikan suara Tuhan, maka negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan sentosa.