Pendahuluan
Menabung merupakan
aktifitas yang dilakukan oleh manusia sebagai upaya untuk menyimpan
uangnya agar aman. Zaman dahulu manusia menabung di bawah bantal, di bawah
kasur, ataupun diletakkan di salah satu sudut bagian rumah. Perkembangan
peradaban manusia membawa jalan pikiran manusia untuk membuat aktivitas
menabung berpindah tempat tidak lagi hanya di lingkungan rumah, namun telah berpindah
ke sebuah lembaga yang di anggap berpotensi untuk menjaga uangnya agar aman.
Lembaga tersebut biasa dikenal oleh masyarakat sekarang ini dengan sebutan
BANK. Awalnya bank hanya berperan sebagai tempat menyimpan uang agar aman dari
pencurian ataupun terjadinya musibah baik alam maupun karena ulah tangan manusia
yang tidak dapat diprediksa kehadirannya.
Bank juga berfungsi
sebagai tempat meminjam untuk modal usaha ataupun untuk memenuhi kebutuhan
konsumtif manusia seperti rumah dan kendaraan bermotor. Bank juga
berperan sebagai tempat investasi masa depan bagi nasabahnya.
Menabung pada dasarnya
membrikan kesempatan pada bank sebagai lembaga keuangan keungan untuk
mengelola uang nasabah dengan baik pada sektor-sektor usaha yang benar dan
jelas. Artinya, nasabah dalam hal ini berperan sebagai pihak pemilik uang.
Sedang bank sebagai pihak peminjam. Bila diterapkan bunga, maka sejak awal
perjanjian, pihak pemilik uang telah menetapkan seberapa besar pihak peminjam
harus mengembalikan uangnya dengan nilai yang tentu saja menjadi lebih tinggi
dari jumlah uang yang ia pinjamkan. Disinilah letak kdazaliman yang dari jumlah
yang ia pinjam, ataupun sebaliknya bisa terjadi ketimpangan pembagian
keuntungan yang tidak merata antara pihak pemilik dan dengan pihak peminjam.
Berbeda denga sistem
bagi hasil yang diterapkan perbankan syariah, antara pihak pemlik dana
(nasabah) dengan pihak yang akan mengelola uangnya (bank) terdapat adanya
kesepakatan berapa bagi hasil yang dijalankan dan memperoleh keuntungan.
Disini, semua pihak yang melakuakan kerja sama bagi hasil akan memperoleh
haknya untuk mendaptkan baginya masing-masing sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
Landasan Teori
Bank Syariah adalah
bank umum yang sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor
cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
(Riyadi,2005).
Menurut Heri Sudarsono (2003 : 27), ”Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.”
Menurut Heri Sudarsono (2003 : 27), ”Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.”
Pembahasan
Bank syariah menerapkan
sistem bagi hasil kepada nasabah yang menabungkan uangnya di bank. Artinya,
nasabah tidak akan pernah dapat menghitung dengan pasti berapa jumlah uangnya
yang akan bertambah setiap bulan bila mereka telah menabung dalam jumlah tertentu.
Namun, nasabah dapat menghitung porsi atau bagian yang menjadi hak mereka dan
berapa porsi atau bagian yang menjadi hak pihak bank syariah. Perhitungan bagi
hasil dihitung secara harian oleh pihak bank syariah, namun akan diberikan
langsung oleh pihak bank melalui rekening nasabah setiap akhir bulan. Ada juga
beberapa bank syariah yang memberikan bagi hasilnya secara langsung melalui
rekening nasabah pada pertengahan bulan.Nilai bagi hasil yang diperoleh oleh
nasabah tidak akan pernah sama setiap saat meskipun jumlah uang yang mereka
miliki di bank tersebut sama. Karena bagi hasil tergantung pada berapa jumlah
uang seluruh nasabah yang ditabung di bank tersebut dan berapa jumlah uang yang
telah dikelola oleh bank untuk sektor-sektor usaha rill sehingga memberikan
keuntungan bagi pihak bank. Keuntunga inilah yang kemudian dibagi kepada
pihak bank sebagai pengelola uang (mudharib) dan nasabah sebagai pemilik uang
(shahibul mal) berdasarkan porsi atau bagian yang telah disepakati bersama di
muka. Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Produk
Penyaluran Dana
Produk
pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya yaitu :
a. Transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan
prinsip jual beli.
b. Transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakuakan dengan prinsip
sewa.
c. Transaksi
pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori
pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi
bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam
kelompok ini adalah produk uang menggunakan prinsip jual beli seperti
murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu
ijiarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan
dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk
bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka.
Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.
2. Penghimpunan
Dana
Penghimpunan
dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabuangan dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadiah dan mudharabah.
a. Prinsip
Wadiah
Prinsip wadiah
yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening
giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadiah amanah. Dalam wadiah dhamanah, pada
prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan
dalam hal Wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
b. Prinsip
Mudharabah
Dalam
mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai
shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini
akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Rukun mudharabah
terpenuhi sempurna (ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi
hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan
pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
3. Produk
yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
Bank syariah
dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan
mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara
lain berupa:
a. Sharf
(Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya
jual-beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang
tidak sejenis ini penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b. Ijarah
(sewa)
Jenis kegiatan
ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan buka tutup (safe deposit box) dan
jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa
dari jasa tersebut.
Kesimpulan
Penentuan
besarnya resiko bagi hasil dibuat pada
waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Bagi hasil yang diberikan tergantung kepada
kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan bank syariah yang bersangkutan. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan
proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka
kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Bank syariah
menggunakan cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi Rill bukan
sistem bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya ditetapkan
dimuka dan sistem bagi hasil ini memang lebih baik dari pada sistem bunga.
Daftar
Pustaka
-
e-book PKES- Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah